Cari Blog Ini

Jumat, 30 Januari 2015

Pajak Bisa Selamatkan Indonesia

leh Riki Alfian Ardiansyah, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Tak ada kesejahteraan tanpa daya dan upaya. 67 tahun sejak era kemerdekaan telah berlalu, harapan dan konstitusi yang dirancang oleh para pahlawan faktanya tak mampu dijalankan dengan baik oleh generasi setelahnya.
Terbukti dengan merosotnya berbagai pilar penegak bangsa serta makin maraknya Korupsi, kolusi dan nepotisme. Resolusi dan angan- angan setiap pergantian rezim pun hanya sebatas puisi belaka. Ketegasan mulai pudar, kemandirian kian menggantung.
Kini segalanya telah 'berubah', berubah dalam langkah yang kian tak menentu. Acuan dan pandangan filsafat pendiri bangsa kini tak lagi dirambui . Seiring dengan berjalannya waktu, Indonesia kian 'merana'.

Hidup berlandaskan Pancasila nyatanya tak benar-benar bisa dipahami dengan baik oleh semua pihak. Banyak golongan yang menyalahi aturan hidup. Tanpa rasa bersalah dan dengan penuh kesadaran mereka gelapkan kewajiban perpajakannya.
Peranan pajak dari waktu kewaktu semakin vital. Postur APBN kita lebih dari 80% ditopang oleh pajak. Tak tercapainya penerimaan pajak akan membuat hutang semakin melilit. Kehidupan menjadi kian pelik.
Subsidi yang perlahan mulai dikurangi membuat Institusi Pajak kian di 'Pandang' oleh masyarakat. Terakhir kali penerimaan pajak terpenuhi adalah 5 tahun silam. Saat itu gencar terobosan pemikiran yang dicetuskan.
Salah satunya adalah sunset policy. Multiplier effect dari Sunset Policy diyakini mampu mendorong wajib pajak agar lebih patuh di dalam memenuhi kewajiban perpajakan ditahun mendatang. Ide- ide semacam inilah yang saat ini kita butuhkan. Semangat baru dengan segudang pengalaman.
Sejak masih kanak-kanak kita sering mendengar bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Pengalaman takkan pernah bisa dibeli dengan harga yang fantastis sekalipun. Dan akan tetap seperti itu sampai kapanpun. Sekarang euphoria tahun baru telah usai, waktu bersantai sejenak dengan orang-orang tercinta pun telah 'berakhir'.
Sekarang adalah saatnya kita mengabdikan diri pada negeri, Indonesia. Tugas mulia telah menanti, target penerimaan telah disematkan di pundak kita. Sejuta langkah pengamanan penerimaan pun telah disusun.
Kini tak ada alasan lagi yang 'memperbolehkan' penerimaan pajak tak terpenuhi. Ketegasan dan Gijzeling. Undang- undang perpajakan menyatakan bahwa bagi para pengemplang pajak yang dengan sengaja mengabaikan kewajiban perpajakan, baik itu dari segi formal maupun material serta diragukan itikad baiknya dalam memenuhi kewajiban perpajakan, bisa dilakukan tindakan gijzeling (baca: penyanderaan).
Faktanya, banyak pengemplang pajak yang masih bebas berkeliaran di bumi pertiwi, bahkan hingga mancanegara. Untuk sekedar melakukan pencekalanpun seolah kita tidak 'mampu'. Aturan dibuat bukan untuk dilanggar, namun ditegakkan. Satu orang pengemplang pajak yang lolos dari kewajiban perpajakan. Hal tersebut akan membuat seluruh NKRI menanggung akibatnya. Ribuan bahkan jutaan rakyat yang akan semakin sengsara.
Jangan sampai karena satu pengemplang pajak, maka rusak susu sebelanga. Ketegasan dan aturan harus ditegakkan. Selama keputusasaan belum melanda diri, kegagalan tak akan menghampiri. Semangat dan daya juang harus digelorakan, canangkan program- program unggulan yang berimplikasi baik terhadap penerimaan pajak.
Hindarilah hal-hal yang bisa membuat motivasi menurun. Jika dan hanya jika penerimaan pajak bisa terpenuhi, maka Indonesia bisa 'selamat' dari ancaman lilitan hutang yang siap menerkam kita kapanpun. Buktikanlah pada diri sendiri dan dunia, KITA BISA! Salam Perubahan menuju Kesempurnaan.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar