Cari Blog Ini

Sabtu, 04 Juli 2015

Sejarah dan Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai

Sebelum ditetapkan sebagai Pajak Pertambahan Nilai, Pajak ini telah mengalami perjalanan yang panjang dalam mewarnai perjuangan bangsa Indonesia dari sejak setelah kemerdekaan Republik Indonesia sampai saat ini. Secara kronologis, sejarah perkembangan pemungutan pajak pertambahan nilai di Indonesia meliputi:

Pajak Pembangunan I
Pajak Pembangunan I atau PPb I dipungut secara resmi per 1 Juli 1947 atas usaha rumah makan, penginapan dan penyerahan jasa di rumah makan. PPb I berstatus sebagai pajak pusat yang menjadi pajak daerah sejak tahun 1957.


Pajak Peredaran Tahun 1950
Pajak peredaran ini agak berbeda yaitu pengenaannya didasarkan atas penyerahan barang dan jasa yang dilakukan di Indonesia. Dikenakannya secara berjenjang pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi, menggunakan satu tarif 2,5% dan bersifat komulatif. Pemungutan pajak peredaran ini tidak berlangsung lama.

Pajak Penjualan
Undang-Undang Darurat No. 19 tahun 1951 yang berlaku per 1 oktober 1951 selanjutnya menjadi Undang-Undang No. 35 tahun 1953 sebagai dasar hukum pemungutan pajak penjualan yang dikenal dengan Pajak penjualan 1951 (PPN 1951). Pemungutan Pn 1951 ini menggunakan single stage tax pada tingkat pabrikan (manufacturer’s sales tax).

Pajak Pertambahan Nilai
Sifat kumulatif pada Pajak Penjualan 1951 direformasi dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah, yaitu pada saat reformasi sistem perpajakan nasional. Karena pertimbangan kesiapan pelaksanaannya, maka secara efektif PPn dan PPnBM berlaku per 1 april 1985. Ditinjau dari pengelompokannya, PPN ini termasuk non commulative multi stage sales tax. Non commulative berarti mekanisme pemungutan PPN dikenakan pada nilai tambah dari barang kena pajak dan jasa kena pajak dan telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 42 tahun 2009 yang diberlakukan per 1 April 2010 PPN dan PPnBM.

Karakteristik PPN

1. Pajak atas konsumsi dalam negeri. PPN dikenakan atas konsumsi bukan atas penghasilan. Jadi jika anda mempunyai penghasilan sebesar 10 juta dan konsumsi anda 8 juta, maka PPN hanya dikenakan atas 8 juta. Jika anda tidak melakukan konsumsi maka tidak ada PPN yang dibayar.
2. Pajak tidak langsung. Yang membayar PPN adalah pembeli tetapi dibayarkan lewat penjual. Ketika anda membeli barang, anda juga membayar PPN nya kepada penjual. Penjual melakukan penghitungan PPN dan membayar PPN ke bank.
3. Dikenakan bertahap (multistage) dengan metode PK-PM. PPN ditujukan kepada end user. Pabrikan, distributor sebenarnya tidak membayar PPN, Yang membayar adalah end user. Pabrikan dan distributor membayar PPN karena merupakan chain dalam mekanisme PK-PM.
4. Pajak objektif. Yang dikenakan PPN adalah objeknya berupa barang dan jasa. Sedangkan subjeknya tidak dikenakan. Karena itulah, pengenaan PPN dianggap tidak adil karena tidak melihat subjeknya, apakah layak atau tidak membayar pajak.
5. Tidak menimbulkan pajak berganda. Dengan mekanisme PM-PK maka tidak ada pengenaan pajak berganda, PKP hanya membayar sebesar selisih PK dan PM dikali tarif PPN.

(Dikutip dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar